Makabantulah saudaramu baik dengan hartamu maupun dengan fisikmu, dan Allah senantiasa menolong hamba-Nya selama hamba-Nya mau menolong saudaranya. Saudara Kita di Suriah Saudaraku, saudara kita di Suriah tengah mendapat serangan dari rezim Bashar Al Asad.وَ اللهُ فِيْ عَوْنِ الْعَبْدِ WALLAHU FII AWNIL ABDI “Allah senantiasa menolong hamba مَا كَانَ الْعَبْدُ فِيْ عَوْنِ أَخِيْهِ MAA KAANAL ABDU FII AWNI AKHIIHI selama ia menolong saudaranya.” artinya “Allah senantiasa menolong hamba selama ia menolong saudaranya.” Muslim Poster Serial Hadits Pendek Pertolongan dari Allah Video Serial Hadits Pendek Pertolongan dari Allah KLIK GAMBAR UNTUK MEMBELI FLASHDISK VIDEO BELAJAR IQRO, ATAU HUBUNGI +62813 26 3333 28
SesungguhnyaAllah akan senantiasa menolong seorang hamba selalu ia menolong saudaranya.” (HR. Tirmidzi) “Barang siapa yang menutupi aib saudaranya muslim, Allah akan menutupi aibnya pada hari kiamat, dan barang si Share Get link; Facebook; Twitter; Pinterest; Email; Other Apps; Post a Comment Read more 0. March 29, 2017 Saat kamu
Serial Hadits Pendek Pertolongan dari AllahSerial Hadits Pendek Pertolongan dari Allahوَ اللهُ فِيْ عَوْنِ الْعَبْدِWALLAHU FII AWNIL ABDI“Allah senantiasa menolong hambaمَا كَانَ الْعَبْدُ فِيْ عَوْنِ أَخِيْهِMAA KAANAL ABDU FII AWNI AKHIIHIselama ia menolong saudaranya.”artinya“Allah senantiasa menolong hamba selama ia menolong saudaranya.” MuslimPoster Serial Hadits Pendek Pertolongan dari AllahVideo Serial Hadits Pendek Pertolongan dari Allahوَاللَّهُفِي عَوْنِ الْعَبْدِ مَا كَانَ الْعَبْدُ فِي عَوْنِ أَخِيهِ. “Pertolongan Allah akan senantiasa menyertai seorang hamba, selama hamba tersebut menolong saudaranya.”. ( HR. Muslim no. 2699 dari sahabat Abu Hurairah radhiyallahu anhu) Syaikh Muhammad bin Shalih al-Utsaimin
Beranda / Khazanah / HADITS Allah Senantiasa Menolong Seorang Hamba Selama Hamba Itu Menolong Saudaranya August 10, 2016 Khazanah Dari Abu Hurairah radliyallahu anhu berkata, telah bersabda Rosulullah Shallallahu alaihi wa sallam, وَ اللهُ فىِ عَوْنِ اْلعَبْدِ مَا كَانَ اْلعَبْدُ فىِ عَوْنِ أَخِيْهِ “Allah senantiasa menolong seorang hamba selama hamba itu menolong saudaranya”. [HR Muslim 2699, at-Turmudziy 1930, 1425, 2945, Abu Dawud 4946, Ibnu Majah 225 dan Ahmad II/ 252, 296, 500, 514. Berkata asy-Syaikh al-Albaniy Shahih] Berkata asy-Syaikh Salim bin Ied al-Hilaliy hafizhohullah, “Pemberian pertolongan seorang hamba terhadap saudaranya itu dapat menyebabkan pertolongan Allah kepada hamba tersebut”. Berkata asy-Syaikh Muhammad bi Shalih al-Utsaimin rahimahullah, “Bahwa Allah ta’ala menolong seorang hamba selama hamba itu menolong saudaranya. Di dalam hadits ini terdapat motivasi untuk menolong saudaranya dari kaum muslimin di dalam segala yang perkara yang mereka butuh pertolongan. Sehingga dalam perkara mendahulukan kedua sandal bagi saudaranya tersebut, mempersilahkannya untuk naik kendaraan dan mendekatkan permadaninya untuknya dan selainnya. Namun motivasi menolong saudaramu yang muslim itu terikat dengan perbuatan baik dan ketakwaaan. Hal ini karena firman Allah ta’ala Dan tolong-menolonglah kamu dalam mengerjakan kebajikan dan takwa. QS al-Maidah/ 5 2. Hadits ini diriwayatkan pula oleh Abu Dawud dan al-Turmudzi dengan redaksi yang sama. Jika ingin mendapat pertolongan Allah, maka mesti senantiasa menolong sesama manusia. Allah SWT senantiasa menolong orang yang selalu memberikan pertolongan. Dalam hadits riwayat al-Hakim diterangkan bahwa Rasul SAW pernah ditanya tentang amal yang utama. Di antara amal yang paling utama adalah 1 menolong sesama, 2 membahagiakan orang yang bersedih, dan 3 mengantar teman yang sedang kebingungan mencari jalan. Bahkan beliau menandaskan “Seseorang yang pergi dengan temannya untuk membantu mengatasi masalah atau suatu keperluan, itu lebih utama dibanding dengan I’tikaf di Masjid ku ini sambil berisyarat dengan jari ke Masjid Nabawi, selama dua bulan.” HR. al-Hakim Baca Juga 3 Jurus Jemaah Haji Antisipasi Cuaca Panas Ekstrem Di Makkah – Jakarta – Jemaah haji tiba di tanah suci dalam kondisi cuaca panas, termasuk … Barangsiapa meringankan penderitaan seseorang, Allah akan meringankan penderitaannya di dunia dan akhirat. Barang siapa menutupi (aib) seorang muslim, Allah akan menutupi (aib)nya di dunia dan akhirat. Allah akan menolong seorang hamba selama hamba itu mau menolong saudaranya." (HR. Muslim dari Abu Hurairah). FATWA DEWAN SYARI’AH NASIONAL Nomor 62/DSN-MUI/XII/2007TentangAkad Ju’alahبِسْمِ ٱللَّهِ ٱلرَّحْمَٰنِ ٱلرَّحِيمِDewan Syariah Nasional Majelis Ulama Indonesia DSN-MUI, setelah Menimbang bahwa salah satu bentuk pelayanan jasa, baik dalam sektor keuangan, bisnis maupun sektor lainnya, yang menjadi kebutuhan masyarakat adalah pelayanan jasa yang pembayaran imbalannya reward/’iwadh/ju’l bergantung pada pencapaian hasil natijah yang telah ditentukan; bahwa agar pelaksanaan pelayanan jasa di atas sesuai dengan prinsip syariah, DSN-MUI memandang perlu menetapkan fatwa tentang akad Ju’alah sebagai dasar transaksi untuk dijadikan pedoman. Mengingat Firman Allah SWT tentang prinsip-prinsip bermuamalah, baik yang harus dilaksanakan maupun dihindarkan, antara lain يَآ أَيُّهَا الَّذِيْنَ آمَنُوْا أَوْفُوْا بِالْعُقُوْدِ أُحِلَّتْ لَكُمْ بَهِيْمَةُ اْلأَنْعَامِ إِلاَّ مَا يُتْلَى عَلَيْكُمْ غَيْرَ مُحِلِّي الصَّيْدِ وَأَنْتُمْ حُرُمٌ، إِنَّ اللهَ يَحْكُمُ مَا يُرِيْدُ المائدة 1 "Hai orang yang beriman! Ttunaikanlah akad-akad itu. Dihalalkan bagimu binatang ternak, kecuali yang akan dibacakan kepadamu. Yang demikian itu dengan tidak menghalalkan berburu ketika kamu sedang mengerjakan haji. Sesungguhnya Allah menetapkan hukum menurut yang dikehendaki-Nya." QS. al-Mai`dah [5] 1 إِنَّ اللَّهَ يَأْمُرُكُمْ أَنْ تُؤَدُّوا الْأَمَانَاتِ إِلَى أَهْلِهَا وَإِذَا حَكَمْتُمْ بَيْنَ النَّاسِ أَنْ تَحْكُمُوا بِالْعَدْلِ إِنَّ اللهَ نِعِمَّا يَعِظُكُمْ بِهِ، إِنَّ اللهَ كَانَ سَمِيْعًا بَصِيْرًا النساء 58 "Sesungguhnya Allah menyuruh kamu menyampaikan amanat kepada yang berhak menerimanya dan apabila kamu menetapkan hukum di antara manusia, hendaklah dengan adil. Sesungguhnya Allah memberi pengajaran yang sebaik-baiknya kepadamu. Sesungguhnya Allah adalah Maha Mendengar lagi Maha Melihat" QS. al-Nisa [4] 58 ... وَأَحَلَّ اللَّهُ الْبَيْعَ وَحَرَّمَ الرِّبَا ... البقرة 275 "... Dan Allah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba ..." QS. al-Baqarah [2] 275 يَاأَيُّهَا الَّذِيْنَ آمَنُوْا لاَ تَأْكُلُوْا أَمْوَالَكُمْ بَيْنَكُمْ بِالْبَاطِلِ إِلاَّ أَنْ تَكُونَ تِجَارَةً عَنْ تَرَاضٍ مِنْكُمْ وَلاَ تَقْتُلُوْا أَنْفُسَكُمْ إِنَّ اللَّهَ كَانَ بِكُمْ رَحِيمًا النساء 29 "Hai orang yang beriman! Janganlah kalian memakan mengambil harta orang lain secara batil, kecuali jika berupa perdagangan yang dilandasi atas sukarela di antara kalian. Dan janganlah kamu membunuh dirimu; sesungguhnya Allah adalah Maha Penyayang kepadamu." QS. al-Nisa' [4] 29 Firman Allah tentang perintah untuk saling tolong menolong dalam perbuatan positif, antara lain وَتَعَاوَنُوْا عَلَى الْبِرِّ وَالتَّقْوَى وَلاَ تَعَاوَنُوْا عَلَى اْلإِثْمِ وَالْعُدْوَانِ وَاتَّقُوا اللَّهَ إِنَّ اللَّهَ شَدِيدُ الْعِقَابِ المائدة 2 "Dan tolong-menolonglah kamu dalam mengerjakan kebajikan dan takwa, dan jangan tolong-menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran. Dan bertakwalah kamu kepada Allah, sesungguhnya Allah amat berat siksa-Nya" QS. al-Maidah [5] 2 Firman Allah tentang Ju'alah قَالُوْا نَفْقِدُ صُوَاعَ الْمَلِكِ وَلِمَنْ جَاءَ بِهِ حِمْلُ بَعِيْرٍ وَأَنَا بِهِ زَعِيْمٌ يوسف 72 Penyeru-penyeru itu berkata "Kami kehilangan piala raja; dan siapa yang dapat mengembalikannya, akan memperoleh bahan makanan seberat beban unta, dan aku menjamin terhadapnya" QS. Yusuf 72. Hadis-hadis Nabi shallallahu alaihi wasallamtentang beberapa prinsip bermuamalah, antara lain مَنْ فَرَّجَ عَنْ مُسْلِمٍ كُرْبَةً مِنْ كُرَبِ الدُّنْيَا، فَرَّجَ اللهُ عَنْهُ كُرْبَةً مِنْ كُرَبِ يَوْمِ الْقِيَامَةِ، وَاللهُ فِيْ عَوْنِ الْعَبْدِ مَادَامَ الْعَبْدُ فِيْ عَوْنِ أَخِيْهِ رواه مسلم. "Barang siapa melepaskan dari seorang muslim suatu kesulitan di dunia, Allah akan melepaskan kesulitan darinya pada hari kiamat; dan Allah senantiasa menolong hamba-Nya selama ia suka menolong saudaranya" HR. Muslim dari Abu Hurairah. وَالْمُسْلِمُونَ عَلَى شُرُوطِهِمْ إِلاَّ شَرْطًا حَرَّمَ حَلاَلاً أَوْ أَحَلَّ حَرَامًا. رواه الترمذي عن عمرو بن عوف "Kaum muslimin terikat dengan syarat-syarat yang mereka buat kecuali syarat yang mengharamkan yang halal atau menghalalkan yang haram." HR. Tirmidzi dari 'Amr bin 'Auf إِنَّمَا الْأَعْمَالُ بِالنِّيَّاتِ وَإِنَّمَا لِكُلِّ امْرِئٍ مَا نَوَى رواه البخاري ومسلم عن عُمَرَ بْنِ الْخَطَّابِ "Setiap amalan itu hanyalah tergantung pada niatnya. Dan seseorang akan mendapat ganjaran sesuai dengan apa yang diniatkannya." HR. Bukhari & Muslim dari Umar bin Khattab Hadis riwayat Imam al-Bukhari dari Abu Sa'id al-Khudri عَنْ أَبِيْ سَعِيْدٍ الْخُدْرِيِّ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ أَنَّ نَاسًا مِنْ أَصْحَابِ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَتَوْا عَلَى حَيٍّ مِنْ أَحْيَاءِ الْعَرَبِ فَلَمْ يَقْرُوهُمْ فَبَيْنَمَا هُمْ كَذَلِكَ إِذْ لُدِغَ سَيِّدُ أُولَئِكَ فَقَالُوا هَلْ مَعَكُمْ مِنْ دَوَاءٍ أَوْ رَاقٍ فَقَالُوْا إِنَّكُمْ لَمْ تَقْرُونَا وَلاَ نَفْعَلُ حَتَّى تَجْعَلُوْا لَنَا جُعْلاً فَجَعَلُوا لَهُمْ قَطِيْعًا مِنْ الشَّاءِ فَجَعَلَ يَقْرَأُ بِأُمِّ الْقُرْآنِ وَيَجْمَعُ بُزَاقَهُ وَيَتْفِلُ فَبَرَأَ فَأَتَوْا بِالشَّاءِ فَقَالُوْا لاَ نَأْخُذُهُ حَتَّى نَسْأَلَ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَسَأَلُوْهُ فَضَحِكَ وَقَالَ وَمَا أَدْرَاكَ أَنَّهَا رُقْيَةٌ خُذُوْهَا وَاضْرِبُوْا لِيْ بِسَهْمٍ رواه البخاري "Sekelompok sahabat Nabi melintasi salah satu kampung orang Arab. Penduduk kampung tersebut tidak menghidangkan makanan kepada mereka. Ketika itu, kepala kampung disengat kalajengking. Mereka lalu bertanya kepada para sahabat 'Apakah kalian mempunyai obat, atau adakah yang dapat me-ruqyah menjampi?' Para sahabat menjawab 'Kalian tidak menjamu kami; kami tidak mau mengobati kecuali kalian memberi imbalan kepada kami.' Kemudian para penduduk berjanji akan memberikan sejumlah ekor kambing. Seorang sahabat membacakan surat al-Fatihah dan mengumpulkan ludah, lalu ludah itu ia semprotkan ke kepala kampung tersebut; ia pun sembuh. Mereka kemudian menyerahkan kambing. Para sahabat berkata, 'Kita tidak boleh mengambil kambing ini sampai kita bertanya kepada Nabi Beliau tertawa dan bersabda, "Bagaimana kalian tahu bahwa surat al-Fatihah adalah ruqyah! Ambillah kambing tersebut dan berilah saya bagian." HR. Bukhari. Kaidah Fikih yang menegaskan الأَصْلُ فِي الْمُعَامَلاَتِ اْلإِبَاحَةُ إِلاَّ أَنْ يَدُلَّ دَلِيْلٌ عَلَى تَحْرِيْمِهَا. "Pada dasarnya, segala bentuk muamalah boleh dilakukan kecuali ada dalil yang mengharamkannya." Memperhatikan Pendapat Ibnu Qudamah dalam al-Mughni, VIII/323 ... أَنَّ الْحَاجَةَ تَدْعُوْ إِلَى ذلِكَ الجُعَالَةِ، فَإِنَّ الْعَمَلَ قَدْ يَكُوْنُ مَجْهُوْلاً كَرَدِّ اْلآبِقِ وَالضَّالَّةِ وَغَيْرِ ذلِكَ، وَلاَ تَنْعَقِدُ اِلإِجَارَةُ فِيْهِ وَالْحَاجَةُ دَاعِيَةٌ إِلَى رَدِّهِمَا وَقَدْ لاَ يَجِدُ مَنْ يَتَبَرَّعُ بِهِ، فَدَعَتِ الْحَاجَةُ إِلَى إِبَاحَةِ الْجُعْلِ فِيْهِ مَعَ جَهَالَةِ الْعَمَلِ. "Kebutuhan masyarakat memerlukan adanya ju'alah; sebab pekerjaan untuk mencapai suatu tujuan terkadang tidak jelas bentuk dan masa pelaksanaannya, seperti mengembalikan budak yang hilang, hewan hilang, dan sebagainya. Untuk pekerjaan seperti ini tidak sah dilakukan akad ijarah sewa/pengupahan padahal orang/pemiliknya perlu agar kedua barang yang hilang tersebut kembali, sementara itu, ia tidak menemukan orang yang mau membantu mengembalikannya secara suka rela tanpa imbalan. Oleh karena itu, kebutuhan masyarakat mendorong agar akad ju'alah untuk keperluan seperti itu dibolehkan sekalipun bentuk dan masa pelaksanaan pekerjaan tersebut tidak jelas." Pendapat Imam al-Nawawi dalam al-Majmu' Syarh al-Muhadzdzab, XV/449 يَجُوْزُ عَقْدُ الْجُعَالَةِ، وَهُوَ... اِلْتِزَامُ عِوَضٍ مَعْلُوْمٍ عَلَى عَمَلٍ مُعَيَّنٍ أَوْ مَجْهُوْلٍ عَسُرَ عِلْمُهُ. "Boleh melakukan akad Ju'alah, yaitu komitmen seseorang untuk memberikan imbalan tertentu atas pekerjaan tertentu atau tidak tertentu yang sulit diketahui." Pendapat para ulama dalam kitab Hasyiyah al-Bajuri, II/24 وَالْجُعَالَةُ جَائِزَةٌ مِنَ الطَّرَفَيْنِ طَرَفُ الْجَاعِلِ وَطَرَفُ الْمَجْعُوْلِ لَهُ... وَهِيَ اِلْتِزَامُ مُطْلَقِ التَّصَرُّفِ عِوَضًا مَعْلُوْمًا عَلَى عَمَلٍ مُعَيَّنٍ أَوْ مَجْهُوْلٍ لِمُعَيَّنٍ أَوْ غَيْرِهِ. "Ju'alah boleh dilakukan oleh dua pihak, pihak ja'il pihak pertama yang menyatakan kesediaan memberikan imbalan atas suatu pekerjaan dan pihak maj'ul lah pihak kedua yang bersedia melakukan pekerjaan yang diperlukan pihak pertama…, Ju'alah adalah komitmen orang yang cakap hukum untuk memberikan imbalan tertentu atas pekerjaan tertentu atau tidak tertentu kepada orang tertentu atau tidak tertentu." Pendapat Rapat Pleno DSN-MUI pada Kamis, 26 Dzul Qa'dah 1428 H/06 Desember 2007 M. MEMUTUSKAN Menetapkan FATWA TENTANG AKAD JU'ALAH Pertama Ketentuan Umum Dalam fatwa ini yang dimaksud dengan Ju’alah adalah janji atau komitmen iltizam untuk memberikan imbalan reward/’iwadh//ju’l tertentu atas pencapaian hasil natijah yang ditentukan dari suatu pekerjaan. Ja’il adalah pihak yang berjanji akan memberikan imbalan tertentu atas pencapaian hasil pekerjaan natijah yang ditentukan. Maj’ul lah adalah pihak yang melaksanakan Ju’alah. Kedua Ketentuan AkadAkad Ju’alahboleh dilakukan untuk memenuhi kebutuhan pelayanan jasa sebagaimana dimaksud dalam konsideran di atas dengan ketentuan sebagai berikut Pihak Ja’il harus memiliki kecakapan hukum dan kewenangan muthlaq al-tasharruf untuk melakukan akad; Objek Ju’alah mahal al-aqd/maj’ul alaih harus berupa pekerjaan yang tidak dilarang oleh syariah, serta tidak menimbulkan akibat yang dilarang; Hasil pekerjaan natijah sebagaimana dimaksud harus jelas dan diketahui oleh para pihak pada saat penawaran; Imbalan Ju’alah reward/’iwadh//ju’l harus ditentukan besarannya oleh Ja’il dan diketahui oleh para pihak pada saat penawaran; dan Tidak boleh ada syarat imbalan diberikan di muka sebelum pelaksanaan objek Ju’alah; Ketiga Ketentuan Hukum Imbalan Ju’alah hanya berhak diterima oleh pihak maj’ul lahu apabila hasil dari pekerjaan tersebut terpenuhi; Pihak Ja’il harus memenuhi imbalan yang diperjanjikannya jika pihak maj’ullah menyelesaikan memenuhi prestasi hasil pekerjaan/natijah yang ditawarkan. Keempat Ketentuan Penutup Jika terjadi perselisihan persengketaan di antara para pihak, dan tidak tercapai kesepakatan di antara mereka maka penyelesaiannya dilakukan melalui Badan Arbitrase Syariah Nasional atau melalui Pengadilan Agama Fatwa ini berlaku sejak tanggal ditetapkan, dengan ketentuan jika di kemudian hari ternyata terdapat kekeliruan, akan diubah dan disempurnakan sebagaimana mestinya. Ditetapkan di Jakarta Tanggal 26 Dzul Qa’dah 1428 H 06 Desember 2007 M DEWAN SYARI'AH NASIONAL MAJELIS ULAMA INDONESIA MA Sahal Mahfudh SekretarisDrs. H. M Ichwan Sam Konten diambil dari situsAllahakan membantu hamba-Nya selagi hamba tersebut membantu saudaranya. (HR. Muslim) Allah Memperlakukan seorang hambanya sebagaimana seorang hamba itu memperlakukan temannya. Kalua seorang hamba itu berlaku baik maka allah juga akan memperlalukan seorang hambnya dengan cara baik juga,tetapi kalau seorang hamba itu
Barangsiapamenutupi aib seorang, Allah akan menutupi aibnya di dunia dan akhirat. Barangsiapa memudahkan orang yang susah, Allah akan mudahkan urusannya di dunia dan akhirat. Allah akan senantiasa menolong hamba-Nya selama ia menolong saudaranya.” (HR. Muslim no. 2699, At-Tirmidzi no. 2945, Ibnu Majah no. 225, Abu Dawud no. 1455, Ahmad no
JIKA INGIN DITOLONG ALLAH TA’ALA MAKA TOLONGLAH SAUDARAMU. يسم الله الرحمن الرحيم Sudah menjadi harapan dan keinginan setiap manusia, khususnya muslim untuk selalu mendapat pertolongan dan bantuan dari Allah Subhanahu wa ta’ala. Bantuan mendapatkan kesembuhan dan kesehatan dikala seseorang sedang sakit. Bantuan mendapatkan rizki cukup diwaktu ia ditimpa kefakiran dan kemiskinan. Bantuan mendapatkan ilmu dan pengetahuan dikala ia tidak tahu dan dalam kebodohan. Bantuan mendapatkan keamanan dan kenyamanan disaat ia dihinggapi rasa takut dan kekhawatiran, dan lain sebagainya. Namun mendapat pertolongan dan bantuan dari Allah ta’ala itu tidak sesuai dengan kehendak manusia. Sebab Allah ta’ala dan Rosulullah Shallallahu alaihi wa sallam telah menetapkan terwujudnya pertolongan-Nya itu dengan suatu syarat yakni orang tersebut juga selalu bersedia menolong saudaranya. Sebagaimana telah dijelaskan oleh Rosulullah Shallallahu alaihi wa sallam di dalam dalil hadits berikut, Dari Abu Hurairah radliyallahu anhu berkata, telah bersabda Rosulullah Shallallahu alaihi wa sallam, وَ اللهُ فىِ عَوْنِ اْلعَبْدِ مَا كَانَ اْلعَبْدُ فىِ عَوْنِ أَخِيْهِ “Allah senantiasa menolong seorang hamba selama hamba itu menolong saudaranya”. [HR Muslim 2699, at-Turmudziy 1930, 1425, 2945, Abu Dawud 4946, Ibnu Majah 225 dan Ahmad II/ 252, 296, 500, 514. Berkata asy-Syaikh al-Albaniy Shahih]. [1] Berkata asy-Syaikh Salim bin Ied al-Hilaliy hafizhohullah, “Pemberian pertolongan seorang hamba terhadap saudaranya itu dapat menyebabkan pertolongan Allah kepada hamba tersebut”. [2] Berkata asy-Syaikh Muhammad bi Shalih al-Utsaimin rahimahullah, “Bahwa Allah ta’ala menolong seorang hamba selama hamba itu menolong saudaranya. Di dalam hadits ini terdapat motivasi untuk menolong saudaranya dari kaum muslimin di dalam segala yang perkara yang mereka butuh pertolongan. Sehingga dalam perkara mendahulukan kedua sandal bagi saudaranya tersebut, mempersilahkannya untuk naik kendaraan dan mendekatkan permadaninya untuknya dan selainnya. Namun motivasi menolong saudaramu yang muslim itu terikat dengan perbuatan baik dan ketakwaaan. Hal ini karena firman Allah ta’ala Dan tolong-menolonglah kamu dalam mengerjakan kebajikan dan takwa. QS al-Maidah/ 5 2. [3] Jadi pertolongan itu Allah ta’ala itu akan diberikan kepada setiap hamba yang ringan tangan mengulurkan bantuan kepada saudaranya yang muslim dalam perkara-perkara yang mengandung kebaikan dan ketakwaan. Faidah Hadits, 1. Allah Subhanahu wa ta’ala memiliki sifat menolong, [QS Ghafir/ 40 51, Rum/ 30 47 dan selainnya] dan Allah ta’ala adalah Sebaik-baik penolong. Hadits di atas menjelaskan salah satu sifat Allah ta’ala adalah Penolong, yakni menolong para hamba-Nya yang berhak dan membutuhkan pertolongannya, baik di dunia, alam barzakh ataupun kelak pada hari kiamat. Ayat-ayat alqur’an banyak memaparkan sifat Allah ta’ala yang mulia ini di dalam beberapa tempat. فَإِن تَوَلَّوْا فَاعْلَمُوا أَنَّ اللهَ مَوْلَاكُمْ نِعْمَ اْلـمَوْلَى وَ نِعْمَ النَّصِيرُ Dan jika mereka berpaling, maka ketahuilah bahwasanya Allah adalah Pelindungmu. Dia adalah Sebaik-baik pelindung dan Sebaik-baik penolong. [QS al-Anfal/ 8 40 dan yang semakna al-Hajj/ 22 78]. Berkata asy-Syaikh Abu Bakar Jabir al-Jaza’iriy hafizhohullah, “Dan Sebaik-baik penolong yaitu Penolong bagi kalian selama kalian menjadi wali-wali-Nya yang kalian hidup di atas keimanan dan ketakwaan”. [4] يَا أَيُّهَا الَّذِينَ ءَامَنُوا إِن تَنصُرُوا اللهَ يَنصُرْكُمْ وَ يُثَبِّتْ أَقْدَامَكًمْ Wahai orang-orang yang beriman, jika kamu menolong agama Allah, niscaya Dia akan menolongmu dan meneguhkan kedudukanmu. [QS Muhammad/ 47 7]. Berkata asy-Syaikh Abu Bakar Jabir al-Jaza’iriy hafizhohullah, “Wahai orang-orang yang beriman kepada Allah sebagai sesembahannya, Islam sebagai agamanya dan Muhammad sebagai rosulnya, jika kalian menolong Allah dengan cara menolong agama-Nya, nabi-Nya dan para wali-Nya niscaya Allah akan menolong kalian dan menjadikan kemenangan bagi kalian dan juga akan meneguhkan langkah-langkah kalian di setiap peperangan yang kalian menjumpai kaum musyrikin dan kafirin. Ini adalah janji dari Allah ta’ala yang telah Ia sempurnakan untuk para hamba-Nya yang beriman di dalam sejarah jihad di jalan Allah”. [5] Yakni jika kalian menolong Allah ta’ala yakni membela dan menegakkan agamanya dengan bentuk melaksanakan berbagai perintah-Nya, meninggalkan berbagai larangan-Nya dan membenarkan berbagai kabar dari-Nya maka Allah Jalla Dzikruhu akan membantu kalian dengan memberi kemenangan dan kejayaan serta akan meneguhkan langkah-langkah kalian. Melaksanakan berbagai perintah-Nya di antaranya adalah menolong saudaranya yang muslim ketika butuh bantuan darinya. 2. Yang berhak mendapatkan pertolongan Allah Jalla wa Ala adalah setiap hamba yang suka menolong saudaranya. Yakni siapapun hamba muslim yang memberikan bantuan dan pertolongan kepada saudaranya dalam kebaikan dan ketakwaan berupa bantuan makanan, pakaian, harta, ilmu, tenaga dan pengobatan untuknya. Atau menjaga dan membela kemuliaannya, memberi tausiyah dan semangat baginya, memberi biaya pendidikan bagi anak-anaknya, dan selainnya maka Allah Azza wa Jalla kelak akan membalas kebaikannya dengan bentuk memberi bantuan untuknya pada saat ia sangat membutuhkan bantuan dari-Nya. Atau Allah ta’ala akan membantunya kelak disaat ia butuh pertolongan dari-Nya di alam barzakh dari fitnah dan adzab kubur atau pada hari kiamat dari berbagai kesulitan dan adzab neraka. Apalagi jika hamba muslim tersebut memiliki sifat dan kebiasaan yaitu berusaha untuk memenuhi segala hajat kebutuhan saudaranya sebaik-baiknya tanpa diminta atau diperingatkan. Maka Allah ta’ala niscaya akan memenuhi segala kebutuhannya di dunia dan kehidupan sesudahnya. Dan janji Allah Azza wa Jalla adalah benar dan pasti akan dipenuhi bagi orang yang berhak mendapatkan janji-Nya. Dari Ibnu Umar radliyallahu anhuma bahwasanya Rosulullah Shallallahu alaihi wa sallam bersabda, وَ مَنْ كَانَ فِى حَاجَةِ أَخِيْهِ كَانَ اللهُ فِى حَاجَتِهِ “Dan barangsiapa yang berusaha memenuhi kebutuhan saudaranya maka Allah juga akan berusaha memenuhi kebutuhannya”. [HR al-Bukhoriy 2442, 6951, Muslim 2580, Abu Dawud 4893, at-Turmudziy 1426 dan Ahmad II/ 91. Berkata asy-Syaikh al-Albaniy Shahih]. [6] Berkata asy-Syaikh Salim bin Ied al-Hilaliy hafizhohullah, “Berusaha untuk memenuhi keperluan kaum muslimin dan melonggarkan kesedihan mereka merupakan upaya mendekatkan diri kepada Allah dan menjadi penyebab di dalam terpenuhinya kebutuhan hamba tersebut, dilonggarkan kesedihan dan dilenyapkan kedukaannya”. Berkata asy-Syaikh Muhammad bin Shalih al-Utsaimin rahimahullah, “Yakni, sesungguhnya engkau jika berusaha memenuhi kebutuhan saudaramu dan membantunya di dalam memenuhi kebutuhannya tersebut maka sesungguhnya Allah ta’ala juga akan menolong dan membantumu di dalam kebutuhanmu sebagai suatu pembalasan yang cukup bagimu”. [7] Begitu pula, seorang muslim wajib menolong saudaranya ketika saudaranya itu dicela, dihujat, digunjing atau difitnah habis-habisan oleh orang lain. Dengan cara menegur para pencelanya, menghentikan kegiatan buruk tersebut, meluruskan celaan atau gunjing tersebut semampunya, mengajak untuk tabayyun kepada saudaranya yang dicela atau digunjing tersebut dan selainnya. Maka dari sebab sikap baik tersebut, kelak Allah ta’ala akan membela dan menolongnya di waktu dan tempat ia membutuhkan pertolongan-Nya. Dari Jabir dan Abu Thalhah radliyallahu anhu bahwasanya Nabi Shallallahu alaihi wa sallam bersabda, مَا مِنِ امْرِئٍ يَخْذُلُ امْرَءًا مُسْلِمًا فىِ مَوْطِنٍ يُنْتَقَصُ فِيْهِ مِنْ عِرْضِهِ وَ يُنْتَهَكُ فِيْهِ مِنْ حُرْمَتِهِ إِلاَّ خَذَلَهُ اللهُ تعالى فىِ مَوْطِنٍ يُحِبُّ فِيْهِ نُصْرَتَهُ وَ مَا مِنْ أَحَدٍ يَنْصُرُ مُسْلِمًا فىِ مَوْطِنٍ يُنْتَقَصُ فِيْهِ مِنْ عِرْضِهِ وَ يُنْتَهَكُ فِيْهِ مِنْ حُرْمَتِهِ إِلاَّ نَصَرَهُ اللهُ فىِ مَوْطِنٍ يُحِبُّ فِيْهِ نُصْرَتَهُ “Tidaklah seseorang membiarkan seorang muslim di suatu tempat yang padanya dicela kemuliaannya dan dirusak kehormatannya melainkan Allah ta’ala akan membiarkannya di suatu tempat yang ia menyukai pertolongan-Nya. Dan tidaklah seseorang menolong seorang muslim di suatu tempat yang padanya dicela kemuliaannya dan dirusak kehormatannya melainkan Allah akan menolongnya di suatu tempat yang ia menyukai pertolongan-Nya”. [HR Abu Dawud 4884. Berkata asy-Syaikh al-Albaniy Hasan]. [8] Di dalam riwayat yang lain, dari Ibnu Ummi Abdi yaitu Ibnu Mas’ud berkata, مَنِ اغْتُيِبَ عِنْدَهُ مُؤْمِنٌ فَنَصَرَهُ جَزَاهُ اللهُ بِهَا خَيْرًا فىِ الدُّنْيَا وَ اْلآخِرَةِ وَ مَنِ اغْتُيِبَ عِنْدَهُ مُؤْمِنٌ فَلَمْ يَنْصُرْهُ جَزَاهُ اللهُ فىِ الدُّنْيَا وَ اْلآخِرَةِ شَرًّا “Barangsiapa yang di sisinya dighibah seorang mukmin lalu ia menolongnya maka Allah akan memberikan balasan kebaikan untuknya didunia dan akhirat. Dan barangsiapa yang di sisinya dighibah seorang mukmin, lalu ia tidak menolongnya maka Allah akan memberikan balasan keburukan untuknya di dunia dan akhirat”. [Telah mengeluarkan atsar ini al-Bukhoriy di dalam al-Adab al-Mufrad 734. Berkata asy-Syaikh al-Albaniy shahih isnadnya]. [9] Dari Anasradliyalllahu anhu bahwasanya Nabi Shallallahu alaihi wa sallam bersabda, مَنْ نَصَرَ أَخَاهُ بِظَهْرِ اْلغَيْبِ نَصَرَهُ اللهُ فىِ الدُّنْيَا وَ اْلآخِرَةِ “Barangsiapa menolong saudaranya yang sedang ghaib tidak berada di tempat maka Allah akan menolongnya di dunia dan akhirat”. [HR al-Baihaqiy 7637, ad-Dainuriy dan adl-Dliya’ al-Muqaddisiy. Berkata asy-Syaikh al-Albaniy Hasan]. [10] 3. Anjuran untuk senantiasa memberi pertolongan kepada orang-orang yang membutuhkan pertolongan dari kaum fakir, miskin, anak yatim dan selainnya. Allah Subhanahu wa ta’ala dan Rosulullah Shallallahu alaihi wa sallam di dalam alqur’an dan hadits-hadits shahih telah banyak menganjurkan umat Islam untuk selalu memberikan bantuan dan pertolongan kepada orang-orang yang membutuhkan pertolongan. Yakni kepada anak yatim, orang fakir dan miskin, para tawanan, para janda, orang-orang yang bepergian dan kehabisan bekal dan selainnya. Bahkan juga diperintahkan berbuat baik kepada binatang semisal kucing, anjing, ternak dan semua makhluk hidup yang memiliki hati. Dari Abu Hurairah radliyallahu anhu, bahwasanya ada seseorang pernah mengadukan kepada Rosulullah Shallallahu alaihi wa sallam akan kekerasan hatinya. Maka Beliau bersabda kepadanya, إِنْ أَرَدْتَ تَلْيِيْنَ قَلْبِكَ فَأَطْعِمِ اْلمـِسْكِيْنَ وَ امْسَحْ رَأْسَ اْليَتِيْمِ “Jika kamu ingin melembutkan hatimu maka berilah makan kepada orang miskin dan usaplah kepala anak yatim”. [HR Ahmad II/ 263, 387 dan ath-Thabraniy di dalam Mukhtashor Makarim al-Akhlaq. Berkata asy-Syaikh al-Albaniy Hasan]. [11] Dari Muhammad bin Wasi’ al-Azdiy bahwasanya Abu ad-Darda’ radliyallahu anhu pernah menulis surat kepada Salman al-Farisiy radliyallahu anhu, “Wahai saudaraku mendekatlah kepada anak yatim, usaplah kepalanya dan berilah ia makan dari makananmu, karena sesungguhnya aku pernah mendengar Rosululluh Shallallahu bersabda ketika ada seseorang mengadu kepada Beliau akan kekerasan hatinya. Lalu beliau bersabda, أَدْنِ اْليَتِيْمَ وَ امْسَحْ رَأْسَهُ وَ أَطْعِمْهُ مِنْ طَعَامِكَ يَلِنْ قَلْبُكَ وَ تُقْدَرْ عَلَى حَاجَتِكَ “Mendekatlah kepada anak yatim, usaplah kepalanya dan berilah ia makan dari makananmu niscaya hatimu akan lembut dan terpenuhi segala kebutuhanmu”. [HR al-Khara’ithiy di dalam Makarim al-Akhlaq dan Ibnu Asakir di dalam Tarikh Dimasyq. Berkata asy-Syaikh al-Albaniy Hasan]. [12] Dalil hadits di atas menerangkan faidah bahwa memberi makan orang miskin dan memperhatikan kebutuhan anak yatim dengan mengusap kepalanya, berlemah lembut kepada mereka, mencukupi makan dan pakaiannya serta menanggung pendidikannya akan menyebabkan kelembutan hati bagi pelakunya dan dipenuhi segala kebutuhannya. Bahkan jika ada seorang muslim yang menanggung dan menjamin kehidupan anak yatim dari memberi makan, pakaian, pendidikan dan selainnya maka kelak ia berada di dalam surga dan tinggal berdampingan dengan Rosulullah Shallallahu alaihi wa sallam di dalamnya. Beliau mengangkat tangannya lalu mengangkat dan berisyarat dengan jari telunjuk dan tengahnya serta memisahkan keduanya. Dari Abu Hurairah radliyallahu anhu berkata, telah bersabda Rosulullah Shallallahu alaihi wa sallam, كَافِلُ الْيَتِيمِ لَهُ أَوْ لِغَيْرِهِ أَنَا وَهُوَ كَهَاتَيْنِ فِي الْجَنَّةِ “Pemelihara anak yatim, baik dari kerabatnya atau orang lain, aku dan dia kedudukannya seperti dua jari ini di surga nanti.” Dan perawi, yaitu Malik bin Anas berisyarat dengan jari telunjuk dan jari tengahnya”. [HR Muslim 2983 dan Ahmad II/ 375. Berkata asy-Syaikh al-Albaniy Shahih]. [13] Asy-Syaikh Salim bin Ied al-Hilaliy hafizhohullah berkata, “Makna لَهُأوْلِغَيْرِهِ adalah kerabatnya ataupun ajnabi orang lain. Sedangkan yang termasuk kerabat di sini, ialah ibu sang anak yatim, kakeknya, saudara laki-lakinya ataupun pihak-pihak selain mereka yang memiliki kekerabatan dengannya. Wallahu a’lam.” [14] Dari Sahl bin Sa’d radliyallahu anhu, Rosulullah Shallallahu alaihi wa sallam bersabda, أنا وَ كَافِلُ اليَتِيْمِ في الجَنَّةِ هكَذَا “Aku dan pemelihara anak yatim di surga nanti, kedudukannya seperti dua jari ini”. Dan Beliau memberikan isyarat dengan jari telunjuk dan jari tengahnya dan memisahkan keduanya”. [HR al-Bukhoriy 5304, 6005, di dalam al-Adab al-Mufrad 133, 135, Abu Dawud 5150, at-Turmudziy 1918 dan Ahmad V/ 333. Berkata asy-Syaikh al-Albaniy Shahih]. [15] Asy-Syaikh Salim bin Ied al-Hilaliy hafizhohullah berkata, “Terdapat dorongan di dalam memelihara anak yatim dan menjaga harta mereka. Yang demikian itu akan menyebabkan masuk ke dalam surga dan menemani para Nabi, para siddiqin, para syuhada dan kaum shalihin. Dan mereka itu adalah sebaik-baik teman yang menyertai”. [16] Dari Hudzaifah radliyallahu anhu berkata, telah bersabda Rosulullah Shallallahu alaihi wa sallam, مَنْ خُتِمَ لَهُ بِإِطْعَامِ مِسْكِيْنٍ مُحْتَسِبًا عَلَى اللهِ عز و جل دَخَلَ اْلجَنَّةَ وَ مَنْ خُتِمَ لَهُ بِصَوْمِ يَوْمٍ مُحْتَسِبًا عَلَى اللهِ عز و جل دَخَلَ اْلجَنَّةَ وَ مَنْ خُتِمَ لَهُ بِقَوْلِ لَا إِلَهَ إِلَّا اللهُ مُحْتَسِبًا عَلَى اللهِ عز و جل دَخَلَ اْلجَنَّةَ “Barangsiapa yang diakhiri hidupnya dengan memberi makan kepada orang miskin dalam rangka mencari keridloan Allah Azza wa Jalla maka ia akan masuk surga. Barangsiapa yang diakhiri hidupnya dengan berpuasa satu hari dalam rangka mencari keridloan Allah Azza wa Jalla maka ia akan masuk surga. Barangsiapa yang diakhiri hidupnya dengan ucapan Laa ilaaha illallah’ dalam rangka mencari keridloan Allah Azza wa Jalla maka ia akan masuk surga”. [HR Abu Nu’aim dan Ahmad V/ 391. Berkata asy-Syaikh al-Albaniy Hadits iini isnadnya shahih]. [17] Begitu pula Nabi Shallallahu alaihi wa sallam telah memerintahkan umatnya untuk memberi makan kepada orang yang kelaparan dan setiap orang yang membutuhkan makanan. Dan Beliau menetapkan bahwa siapapun di antara umatnya ada yang bermalam dalam keadaan kenyang sedangkan ia tahu tetangganya dalam keadaan kelaparan maka ia bukanlah seorang mukmin. Dari Abu Musa al-Asy’ariy radliyallahu anhu berkata, telah bersabda Rosulullah Shallallahu alaihi wa sallam, فُكُّوا اْلعَانِيَ –يعنى اْلأَسِيْرَ- وَ أَطْعِمُوا اْلجَائِعَ وَ عُودُوا اْلـمَرِيْضَ “Bebaskan budak, berikan makan kepada orang yang lapar dan jenguklah orang yang sakit”. [HR al-Bukhoriy 3046, 5373, 5649. Berkata asy-Syaikh al-Albaniy Shahih]. [18] Dari Hani bin Yazid radliyallahu anhu, bahwasanya ketika ia menjadi utusan kepada Rosulullah Shallallahu alaihi wa sallam, ia bertanya, “Wahai Rosulullah, sesuatu apakah yang dapat menetapkan ke dalam surga?”. Beliau Shallallahu alaihi wa sallam bersabda, عَلَيْكَ بِحُسْنِ اْلكَلَامِ وَ بَذْلِ الطَّعَامِ “Wajib atasmu untuk baik dalam perkataan dan mendermakan makanan”. [HR Ibnu Abi ad-Dunya, al-Bukhoriy di dalam al-Adab al-Mufrad 811 dan al-Hakim 69. Berkata asy-Syaikh al-Albaniy Shahih]. [19] Dari Shuhaib bin Sinan radliyallahu anhu berkata, aku pernah mendengar Rosulullah Shallallahu alaihi wa sallam bersabda, خِيَارُكُمْ مَنْ أَطْعَمَ الطَّعَامَ وَ رَدَّ السَّلَامَ “Sebaik-baik kalian adalah yang suka memberi makan dan membalas ucapan salam”. [HR Ahmad VI/ 16 dan al-Hakim. Berkata asy-Syaikh al-Albaniy Hasan]. [20] Dari Ibnu Abbas radliyallahu anhuma berkata, Saya mendengar Rosulullah Shallallahu alaihi wa sallam bersabda, لَيْسَ اْلمـُؤْمِنُ الَّذِى يَشْبَعُ وَ جَارُهُ جَائِعٌ “Bukanlah orang yang beriman yang ia sendiri kenyang sedangkan tetangga yang di sebelahnya kelaparan”. [HR al-Bukhoriy di dalam al-Adab al-Mufrad 112, al-Baihaqiy. Berkata asy-Syaikh al-Albaniy Shahih]. [21] Dari Anas bin Malik radliyallahu anhu, dari Rosulullah Shallallahu alaihi wa sallam bersabda, مَا آمَنَ بِى مَنْ بَاتَ شَبْعَانٌ وَ جَارُهُ جَائِعٌ إِلَى جَنْبِهِ وَ هُوَ يَعْلَمُ “Tidaklah beriman kepadaku seseorang yang bermalam dalam keadaan kenyang padahal tetangganya yang di sampingnya dalam keadaan lapar sedangkan ia mengetahuinya. [HR ath-Thabraniy di dalam al-Kabir. Berkata asy-Syaikh al-Albaniy Shahih]. [22] Islam telah menjelaskan dengan gamblang akan kewajiban setiap umatnya. Di antaranya bahwa amal yang paling utama yang mesti dilakukan oleh setiap muslim adalah memasukkan kebahagiaan ke dalam hati saudaranya yang mukmin. Berupa membayarkan hutangnya jika saudaranya itu tidak mampu untuk melunasinya, memberinya makanan meskipun hanya sepotong roti yang mengenyangkannya, memberikan pakaian untuk menutup auratnya dan menjaga tubuhnya dari hawa dingin, hembusan angin ataupun teriknya panas, memenuhi segala kebutuhannya dengan batas kemampuannya, mengurangi atau menghilangkan segala kesulitan yang menghimpitnya dan lain sebagainya. Dari Abu Hurairah berkata, telah bersabda Rosulullah Shallallahu alaihi wa sallam, أَفْضَلُ اْلأَعْمَالِ أَنْ تُدْخِلَ عَلَى أَخِيْكَ اْلمـُؤْمِنِ سُرُوْرًا أَوْ تَقْضِيَ عَنْهُ دَيْنًا أَوْ تُطْعِمَهُ خُبْزًا “Seutama-utama amal adalah engkau memasukkan kebahagiaan kepada saudaramu yang mukmin, engkau membayarkan hutangnya atau engkau memberinya makan roti”. [HR Ibnu Abi ad-Dunya di dalam Qodlo’ al-Hawa’ij dan ad-Dailamiy. Berkata asy-Syaikh al-Albaniy Hasan]. [23] Di dalam satu riwayat dari Ibnu Umar radliyallahu anhuma, “Seutama-utama amal adalah engkau memasukkan kebahagiaan kepada seorang mukmin, mengenyangkan rasa laparnya, memberi pakaian untuk auratnya dan memenuhi kebutuhannya”. [HR ath-Thabraniy di dalam al-Awsath]. [24] Dari Ibnu al-Munkadir radliyallahu anhu dari Nabi Shallallahu alaihi wa sallam bersabda, مِنْ أَفْضَلِ اْلعَمَلِ إِدْخَالُ السُّرُوْرِ عَلَى اْلمـُؤْمِنِ تَقْضِي عَنْهُ دَيْنًا تَقْضِي لَهُ حَاجَةً تُنَفِّسُ لَهُ كُرْبَةً “Sebahagian dari seutama-utama amal adalah memasukkan kebahagiaan kepada seorang mukmin, membayarkan hutangnya, memenuhi kebutuhannya dan melonggarkan satu kesusahan darinya”. [HR al-Baihaqiy. Berkata asy-Syaikh al-Albaniy Shahih]. [25] Oleh sebab itu amalan yang bersifat membantu atau menolong saudaranya yang membutuhkan pertolongan semisal para janda dan kaum miskin diserupakan dengan berjihad di jalan Allah ta’ala, orang yang qiyamul lail tanpa henti atau seperti orang yang sedang berpuasa tanpa berbuka. Janda tersebut apakah karena ditinggal mati oleh suaminya lantaran sakit, kecelakaan, syahid dalam peperangan dan sebagainya. Atau janda karena ditinggal suaminya tanpa sebab atau janda diceraikan suaminya tanpa alasan yang syar’iy ataupun tidak, maka ia berhak mendapatkan pertolongan seukuran dengan kebutuhannya. Dari Abu Hurairah dari Nabi Shallallahu alaihi wa sallam bersabda, السَّاعِى عَلَى اْلأَرْمَلَةِ وَ اْلمـِسْكِيْنِ كَالمـُجَاهِدِ فِى سَبِيْلِ اللهِ وَ كَاْلقَائِمِ لَا يَفْتُرُ وَ كَالصَّائِمِ لَا يُفْطِرُ “Orang yang berusaha menanggung para janda dan orang miskin itu sama seperti orang yang berjihad di jalan Allah, orang yang qiyam menegakkan sholat malam tanpa istirahat dan seperti orang yang berpuasa tanpa berbuka”. [HR Muslim 2982, al-Bukhoriy 5353, 6006, 6007, di dalam al-Adab al-Mufrad 131, at-Turmudziy 1969, Ibnu Majah 2140 dan Ahmad II/ 361. Berkata asy-Syaikh al-Albaniy Shahih]. [26] Berkata asy-Syaikh Salim bin Ied al-Hilaliy hafizhohullah, “Berusaha untuk menanggung para janda dan anak yatim, menafkahi mereka dan tegak di dalam membantu urusan-urusan mereka merupakan bentuk jihad di jalan Allah”. [27] 4. Sabda Nabi Shallallahu alaihi wa sallam ini merupakan petunjuk bagi umatnya untuk selalu bersikap baik dan perhatian kepada saudara-saudaranya dalam berbagai hal. Sebab petunjuk dan bimbingan Nabi Shallallahu alaihi wa sallam adalah sebaik-baik petunjuk, membawa kepada berbagai kebaikan dan kebenaran, menghindarkan dari berbagai keburukan dan kebatilan dan menuntun kepada jalan yang lurus serta surga yang penuh dengan kenikmatan. Islam adalah agama yang sangat sempurna yang tidak lagi butuh kepada kesempurnaan, sebab tidak ada sesuatu yang dapat membawa dan mendekatkan pemeluknya kepada surga atau menjauhkan dan menghindarkan pemeluknya dari neraka melainkan telah dijelaskan kepada mereka. Dari Abu Dzarr radliyallahu anhu berkata, “Rosulullah Shallallahu alaihi wa sallam telah pergi meninggalkan kita wafat, dan tiada seekor burung yang terbang membolak-balikkan kedua sayapnya di udara melainkan beliau telah menyebutkannya kepada kami sebagai suatu ilmu darinya. Berkata Abu Dzarr, Beliau Shallallahu alaihi wa sallam bersabda, مَا بَقِيَ شَيْءٌ يُقَرِّبُ مِنَ اْلجَنَّةِ وَ يُبَاعِدُ مِنَ النَّارِ إِلاَّ وَ قَدْ بُيِّنَ لَكُمْ “Tidaklah tinggal sesuatupun yang dapat mendekatkan kalian ke surga dan menjauhkan kalian dari neraka, melainkan sungguh-sungguh telah dijelaskan kepada kalian”. [HR ath-Thabraniy di dalam al-Kabir dan Ahmad V/ 153, 162 tanpa kalimat kedua. Berkata asy-Syaikh al-Albaniy hadits ini sanadnya shahih]. [28] Dari Salman al-Farisiy radliyallahu anhu berkata, Pernah ditanyakan kepadanya, قَدْ عَلَّمَكُمْ نَبِيُّكُمْ صلى الله عليه و سلم كُلَّ شَيْءٍ حَتىَّ اْلخِرَاءَةَ قَالَ فَقَالَ أَجَلْ “Sesungguhnya Nabi kalian Shallallahu alaihi wa sallam telah mengajarkan kalian segala sesuatu sampai diajarkan pula adab buang air besar”. Ia berkata, maka Salman radliyallahu anhu menjawab, ”Ya, benar”. [HR Muslim 262, at-Turmudziy 16, Abu Dawud 7 dan Ibnu Majah 316. Berkata asy-Syaikh al-Albaniy shahih]. [29] Meskipun pertanyaan kaum musyrikin kepada Salman al-Farisiy radliyallahu anhu itu bersifat ejekan dan cemoohan, namun para shahabat, khususnya Salman membenarkannya bahwasanya Nabi mereka Shallallahu alaihi wa sallam telah mengajarkan segala sesuatu kepada mereka. Berupa akidah, ibadah, muamalah, akhlak dan lain sebagainya bahkan sampai adab buang air besar sebagai bentuk kesempurnaan, keagungan dan kemuliaan Islam yang membimbing dan menuntun para pemeluknya kepada kelayakan hidup di dunia dan keselamatan hidup di akhirat kelak. Namun anehnya, banyak di antara kaum muslimin sendiri yang tidak tahu atau mungkin pura-pura tidak tahu atau bahkan tidak mau tahu bahwa Islam agama mereka itu adalah agama yang sangat lengkap dan sempurna yang paling pantas untuk dijadikan pedoman hidup di dunia dan bimbingan menuju akhirat. Maka sudah sepantasnya kita sebagai umat Islam yaitu umatnya Nabi Muhammad Shallallahu alaihi wa sallam untuk selalu membantu saudara-saudara kita ketika ditimpa dan diterpa berbagai kesulitan, kesengsaraan, kedukaan, cobaan dan sejenisnya yang menimpa mereka seukuran dengan kemampuan dan kesanggupan kita masing-masing. 5. Alqur’an yang mulia telah menetapkan bagi setiap muslim untuk saling tolong menolong dalam kebaikan dan ketakwaan. وَ تَعَاوَنُوْا عَلَى اْلبِرِّ وَ التَّقْوَى Dan tolong-menolonglah kamu dalam mengerjakan kebajikan dan takwa. [QS al-Maidah/ 5 2]. Berkata al-Hafizh Ibnu Katsir rahimahullah, “Allah ta’ala telah memerintahkan para hamba-Nya yang beriman untuk saling tolong menolong melakukan kebaikan dan meninggalkan kemungkaran yaitu ketakwaan. Dan juga telah melarang mereka dari bantu membantu dalam kebatilan dan saling tolong menolong dalam perbuatan dosa dan hal-hal yang diharamkan”. [30] Jadi tolong menolong itu hanya dalam perbuatan baik dan ketakwaan. Perbuatan baik itu setiap amalan yang disukai dan diridloi oleh Allah Subhanahu wa ta’ala dan diperintahkan atau dicontohkan oleh Rosulullah Shallallahu alaihi wa sallam. Maka siapapun di antara muslim ada yang butuh bantuan, maka hendaknya saudaranya segera membantunya tanpa menundanya, menolongnya tanpa pamrih kepadanya dan membantunya tanpa perhitungan kepadanya. 6. Jika ingin selalu mendapatkan pertolongan Allah ta’ala maka biasakanlah menolong orang lain dalam kebaikan dan dengan penuh keikhlasan. وَ يُطْعِمُونَ الطَّعَامَ عَلَى حُبِّهِ مِسْكِينًا وَّ يَتِيمًا وَّ أَسِيرًا إِنَّمَا نُطْعِمُكُمْ لِوَجْهِ اللهِ لَا نُرِيدُ مِنكُمْ جَزَاءً وَّ لَا شُكُورًا Dan mereka memberikan makanan yang disukainya kepada orang miskin, anak yatim dan orang yang ditawan. Sesungguhnya kami memberi makanan kepadamu hanyalah untuk mengharapkan keridloan Allah, kami tidak menghendaki balasan dari kamu dan tidak pula ucapan terima kasih. [QS al-Insan/ 76 8-9]. Mereka memberi makan kepada orang-orang yang membutuhkan dari orang miskin, anak yatim dan tawanan. Makanan tersebut adalah makanan yang masih mereka sukai bukan makanan yang sudah basi atau tidak layak untuk dimakan dan dikonsumsi. Adapun tujuan mereka adalah untuk meraih dan mendapatkan keridloan Allah ta’ala semata, bukan untuk mengharap balasan dari orang yang mereka beri makan dan bukan pula ucapan terima kasih. 7. Allah Azza wa Jalla pasti akan menunaikan janji-Nya karena Dia tidak pernah ingkar janji. [QS Rum/ 30 6, az-Zumar/ 39 20 dan selainnya]. Jika seorang hamba muslim sudah menunaikan kewajibannya dengan membantu saudaranya yang muslim dengan penuh kesungguhan dan seukuran kemampuannya maka Allah ta’ala akan memenuhi janjinya dengan bersiap-siap untuk membantu hamba-Nya tersebut dikala membutuhkan bantuan-Nya. Dan ingatlah Allah ta’ala tidak pernah ingkar janji. Semoga bermanfaat bagiku, keluargaku, para shahabatku dan kaum muslimin seluruhnya. Wallahu a’lam bish showab. [1] Mukhtashor Shahih Muslim 1888, Shahih Sunan at-Turmudziy 1151, 1574, 2348, Shahih Sunan Abi Dawud 4137, Shahih Sunan Ibni Majah 184, Shahih al-Jami’ ash-Shaghir 6577 dan Shahih at-Targhib wa at-Tarhib 67, 899. [2] Bahjah an-Nazhirin I/ 333. [3] Syar-h al-Arba’in an-Nawawiyah halaman 391. [4] Aysar at-Tafasir III/ 502. [5] Aysar at-Tafasir V/ 74. [6] Mukhtashor Shahih Muslim 1830, Shahih Sunan Abu Dawud 4091, Shahih Sunan at-Turmudziy 1152, Silsilah al-Ahadits ash-Shahihah 504, Irwa’ al-Ghalil 2450 dan Shahih al-Jami’ ash-Shaghir 6707. [7] Syar-h Riyadl ash-Shalihin II/ 99. [8]Shahih al-Jami’ ash-Shaghir 5690 dan Misykah al-Mashobih 4983. [9]Shahih al-Adab al-Mufrad 563. [10]Shahiih al-Jami’ ash-Shaghir 6547 dan Silsilah al-Ahadits ash-Shahihah 1217. [11] Silsilah al-Ahadits ash-Shahihah 854 dan Shahih al-Jami’ ash-Shaghir 1410. [12] Silsilah al-Ahadits ash-Shahihah II/ 535 dan Shahih al-Jami’ ash-Shaghir 250. [13] Mukhtashor Shahih Muslim 1766, Silsilah al-Ahadits ash-Shahihah 962 dan Shahih al-Jami’ ash-Shaghir 4448. [14]Bahjatun Nazhirin I/ 350. [15] Shahih al-Adab al-Mufrad 100, 101, Shahih Sunan Abu Dawud 4289, Shahih Sunan at-Turmudziy 1564, Silsilah al-Ahadits ash-Shahihah 800 dan Shahih al-Jami’ ash-Shaghir 1475. [16]Bahjatun Nazhirin I/ 350. [17] Silsilah al-Ahadits ash-Shahihah 1645. [18] Shahih al-Jami’ ash-Shaghir 4229. [19] Shahih al-Adab al-Mufrad 623, Irwa’ al-Ghalil 2615, Silsilah al-Ahadits ash-Shahihah 1939 dan Shahih al-Jami’ ash-Shaghir 4049. [20] Shahih al-Jami’ ash-Shaghir 3318 dan Shahih at-Targhib wa at-Tarhib 948. [21] Shahih al-Adab al-Mufrad 82, Silsilah al-Ahadits ash-Shahihah 149, Shahih al-Jami’ ash-Shaghir 5382 dan Misykah al-Mashobih 4991. [22] Silsilah al-Ahadits ash-Shahihah I/ 230 dan Shahih al-Jami’ ash-Shaghir 5505. [23] Shahih al-Jami’ ash-Shaghir 1096 dan Silsilah al-Ahadits ash-Shahihah 1494. [24] Shahih al-Jami’ ash-Shaghir 1096 dan Silsilah al-Ahadits ash-Shahihah III/ 482. [25] Shahih al-Jami’ ash-Shaghir 5897 dan Silsilah al-Ahadits ash-Shahihah 2291. [26] Mukhtashor Shahih Muslim 1767, Shahih al-Adab al-Mufrad 98, Shahih Sunan at-Turmudziy 1604, Shahih Sunan Ibnu Majah 1740, Silsilah al-Ahadits ash-Shahihah 2881, Shahih al-Jami’ ash-Shaghir 3680 dan Misykah al-Mashobih 4951. [27] Bahjah an-Nazhirin I/ 351. [28] Silsilah al-Ahadits ash-Shahihah 1803. [29] Mukhtashor Shahih Muslim 116, Shahih Sunan at-Turmudziy 15, Shahih Sunan Abi Dawud 5 dan Shahih Sunan Ibni Majah 255. [30] Tafsir al-Qur’an al-Azhim II/ 10 dan Bahjah an-Nazhirin I/ 261. 80RiU6.